TEMPO.CO - Ada pertemuan mendadak di Ruang Auditorium Komisi Yudisial, Rabu pekan lalu. Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengumpulkan sekitar 200 pejabat struktural dan staf. Dia mencoba menepis kekhawatiran karyawan lembaga pengawasan hakim tersebut. “Disadari atau tidak, lembaga negara ini makin besar dan atensi publik semakin tinggi,” kata Suparman dalam arahannya. “Berhati-hati itu penting, tapi jangan ada rasa takut. Jalankan tugas sebaik-baiknya.”
Suparman sedang berupaya menenangkan karyawannya yang, menurut laporan Sekretariat Jenderal, resah dalam sebulan terakhir. Sebagian karyawan mempertanyakan nasib lembaga yang lahir sejak satu dasawarsa silam itu. Sementara sejumlah persoalan tengah melilit pimpinan ataupun lembaga yang merupakan satu dari buah reformasi ini.
Keresahan karyawan Komisi Yudisial mulai muncul sejak awal 2015. Lembaga ini menghadapi banyak masalah kala menjalankan tugas pengawasan dan penjaga martabat hakim yang menjadi mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. Kritik atas putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi yang membatalkan penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan berujung laporan pidana atas Suparman dan Taufiqurrohman Syahuri.
Upaya Komisi Yudisial mengadukan krisis hakim kepada Presiden Joko Widodo seolah menjadi senjata makan tuan. Semula mereka berharap proses seleksi bisa dipercepat. Tapi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) justru menguji materi wewenang Komisi Yudisial ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menganggap Komisi Yudisial tak berhak ikut menyeleksi hakim tingkat pertama.
Keresahan memuncak saat Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat Zulkifli Hasan menanggapi positif permintaan Wakil Ketua MA Non-Yudisial, Suwardi. Permintaan tersebut tak lain adalah amendemen Pasal 24b Undang-Undang Dasar 1945. Praktis, keberadaan Komisi Yudisial di ujung tanduk.
Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga Imam Anshori Saleh mengatakan atmosfer keresahan di internal KY cukup tampak dari pertanyaan beberapa staf tentang hasil akhir seluruh polemik. Bukan hanya staf, pelbagai masalah tersebut juga menguras tenaga dan pikiran para komisioner. Kriminalisasi dua pimpinan menciptakan efek domino bagi komisioner lainnya.
Selanjutnya >> KY tak akan menghentikan pengusutan kasus etik hakim agung....